Magetan,seputarjatim.co.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magetan kini bergerak cepat untuk memastikan keamanan pangan di daerahnya menyusul isu dugaan keracunan makanan di beberapa wilayah dan terbitnya Surat Edaran (SE) dari Kementerian Kesehatan. SE tersebut mendesak percepatan penerbitan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) bagi seluruh Sentra Pengolahan Pangan Grosir (SPPG).
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Magetan, Rohmat Hidayat, menyatakan bahwa tim Satgas MBG (yang diketuai oleh Sekretaris Daerah) telah menggelar rapat menindaklanjuti arahan pusat tersebut.
“Intinya, keamanan pangan adalah hal penting. Kami mendapat waktu 14 hari setelah pengajuan, SLHS itu harus sudah keluar,” terang Rohmat,Jumat(03/10/2025).
Rohmat menjelaskan bahwa SPPG yang sudah beroperasi diberi tenggat waktu hingga akhir Oktober ini untuk wajib memiliki SLHS. Sementara itu, bagi usaha yang belum beroperasi, sertifikat harus dimiliki setidaknya satu bulan sebelum mereka mulai beraktivitas.
Sayangnya, dalam kegiatan Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL) yang dilakukan tim Dinkes, ditemukan sejumlah permasalahan serupa di lapangan:
- Minimnya SLHS: Sebagian besar SPPG di Magetan belum memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
- Penjamah Pangan Belum Bersertifikat: Mayoritas pekerja atau penjamah pangan di SPPG juga belum memiliki sertifikat pelatihan keamanan pangan.
“Dari total 18 SPPG yang sudah beroperasi, baru lima yang sudah memiliki sertifikat penjamah pangan. dari lima itu yang dua sudah semuanya sudah mempunyai dan yang 3 itu baru 50% . Padahal, sertifikat penjamah adalah syarat mutlak penerbitan SLHS,” jelas Rohmat.
Rohmat menegaskan bahwa pekerja tanpa pengetahuan yang memadai mengenai higienitas dan keamanan pangan akan berdampak langsung pada kualitas makanan yang diproduksi.
“Jika pekerja tidak punya pengetahuan sama sekali, mereka tidak mengerti bagaimana menjaga proses sesuai kehigienisan,” katanya.
Rohmat mencontohkan temuan di lapangan seperti: pengepakan nasi dalam keadaan masih panas, karena kurangnya pengetahuan, area steril yang dimasuki sembarang orang, dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang tidak lengkap.
Untuk mengatasi hal ini, Dinkes meminta agar pengelola SPPG melaksanakan pemeriksaan tanpa pemberitahuan sebelumnya (sidak) secara rutin. Tujuannya adalah memastikan agar kualitas kerja penjamah betul-betul menjaga kontinuitas dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan tidak hanya dikondisikan saat inspeksi.
“Dokumen SOP jangan hanya disimpan di lemari, tapi harus disosialisasikan kepada seluruh penjamah makanan,” harap Rohmat.
Selain pengetatan pelatihan bagi penjamah, Dinkes juga mewajibkan SPPG untuk secara rutin dan berkala melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap sumber air dan bahan-bahan makanan yang digunakan. Ini dinilai krusial mengingat makanan yang diolah sangat rentan terhadap kontaminasi bakteri atau zat lain.(ryn)