Magetan,seputarjatim.co.id— Di tengah hiruk pikuk perbedaan yang kerap memicu polarisasi, Dusun Wonomulyo, Magetan, menyajikan sebuah potret nyata tentang bagaimana tradisi mampu menjadi pilar kekuatan persatuan. Ratusan warga dari berbagai latar belakang keyakinan—Islam, Buddha, dan Hindu—tumpah ruah mengikuti upacara adat Galungan sekaligus memperingati Haul Ki Hajar Wonokoso.
Acara sakral ini dimulai dari halaman Vihara Vimalakirti Wonomulyo. Para peserta, yang mengenakan pakaian adat Jawa, beriringan dengan khidmat menuju kompleks makam Ki Hajar Wonokoso, sang tokoh pembabat alas Wonomulyo. Seluruh prosesi diiringi oleh alunan lirih musik tradisional tongkling, menciptakan suasana yang mistis dan menghanyutkan.
Upacara adat Galungan ini rutin dilaksanakan setiap tujuh bulan sekali, bertepatan dengan wuku Galungan dalam kalender Jawa. Keunikan dari perayaan ini bukan terletak pada ritualnya semata, melainkan pada partisipasi kolektif seluruh elemen masyarakat dusun. Di Wonomulyo, perbedaan keyakinan justru diartikan sebagai tanda kekuatan dan kekayaan budaya, bukan pemicu perpecahan.
Bupati Magetan yang hadir dalam acara tersebut menegaskan pentingnya pelestarian tradisi ini. Bupati menyampaikan bahwa upacara ini melampaui sekadar seremonial.
“Tradisi adat Galungan yang kita laksanakan hari ini bukan sekadar upacara seremonial, tetapi lebih kepada warisan leluhur yang memiliki makna mendalam,” ujar Bupati.Senin(17/11/2025)malam
“Ini adalah wujud syukur, sarana untuk mempererat hubungan sosial, sekaligus sebagai identitas budaya yang mengakar kuat.” Imbuhnya
Lebih lanjut, Bupati menekankan bahwa tradisi ini adalah sekolah nilai bagi generasi muda.
“Melalui penyelenggaraan ini, kita semua dapat mengambil nilai-nilai positif yang diajarkan oleh para leluhur seperti gotong royong, kebersamaan, kejujuran, dan penghormatan terhadap alam,” tambahnya.
“Nilai-nilai inilah yang harus terus kita tanamkan agar budaya kita tetap hidup dan berkembang.” tegasnya
Kerukunan dan kekompakan masyarakat Wonomulyo ini telah menjadi simbol nyata dari upaya “membangun Indonesia dari pinggiran melalui tradisi.” Mereka membuktikan bahwa dalam bingkai kearifan lokal, kemajemukan adalah kunci untuk menciptakan harmoni abadi.(ryn)



