Magetan,seputarjatim.co.id– Proses pengisian perangkat desa (Perades) di Kabupaten Magetan didesak untuk dihentikan sementara. Desakan ini disampaikan oleh Zainal Faizin, seorang pengacara muda, yang menilai regulasi daerah setempat belum disesuaikan dengan undang-undang terbaru, berpotensi memicu konflik hukum.
Zainal Faizin secara tegas meminta Bupati Magetan agar menunda seluruh tahapan pengisian Perades. Menurutnya, Bupati harus segera meninjau ulang Peraturan Bupati (Perbup) Magetan Nomor 48 Tahun 2021 tentang tata cara pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa.
“Konflik pengisian Perades yang terjadi di beberapa daerah seringkali bermula dari Peraturan Bupati dan Peraturan Daerah yang belum diubah dan disesuaikan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa,” ujar Faizin,Kamis(4/12/2025)
UU No. 3 Tahun 2024 merupakan revisi atas UU No. 6 Tahun 2014. Perubahan ini menjadi respons Pemerintah terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 128/PUU-XIII/2015. Dalam putusan tersebut, MK mengakui desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berhak mengatur urusan pemerintahannya sendiri.
Salah satu poin krusial yang disoroti Faizin adalah implikasi dari Putusan MK terhadap syarat calon Perades:
“Mahkamah Konstitusi telah menghapus perihal syarat calon perangkat desa harus berdomisili minimal satu tahun di desa yang menyelenggarakan pengisian Perades. Dengan demikian, ketentuan dalam Pasal 50 ayat 1 huruf c UU No. 6 Tahun 2014 sudah tidak berlaku,” jelasnya.
Peraturan Bupati Magetan Nomor 48 Tahun 2021 tentang tata cara pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa Pasal 12 diatur apabila Perangkat Desa diangkat oleh Kepala Desa dari Warga Negara Indonesia yang telah memenuhi persyaratan umum dan khusus yang mana hal ini tentu bertentangan dengan undang-undang Nomor 3 tahun 2024 Pasal 50 ayat (1) yang berbunyi: Perangkat Desa diangkat dari Warga Desa
Faizin menekankan bahwa UU No. 3 Tahun 2024 mengandung norma delegatif, yang berarti pengaturan teknis mengenai perangkat desa harus diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) berdasarkan Peraturan Pemerintah.
“Karena adanya norma delegatif ini, Perbup harus diubah terlebih dahulu agar proses Pengisian Perades memiliki legalitas hukum yang kuat dan tidak berujung pada pembatalan demi hukum,” tambahnya.
Faizin berharap dengan adanya penundaan dan penyesuaian regulasi ini, proses pemerintahan desa dapat berjalan lebih efektif, transparan, dan jauh dari praktik nepotisme, sejalan dengan amanat perubahan hukum yang berlaku.(ryn)



