Dalam sistem pemerintahan Indonesia yang menganut demokrasi Pancasila, pendidikan
memegang peran yang sangat strategis. Demokrasi yang sehat tidak mungkin berjalan tanpa warga negara yang cerdas, kritis, dan berkepribadian nasionalis. Oleh karena itu, pendidikan tidak sekadar proses mentransfer ilmu, melainkan juga alat utama dalam membentuk karakter, kesadaran politik, dan semangat kebangsaan masyarakat.
Seiring penerapan otonomi daerah, pemerintah daerah kini memiliki kewenangan lebih besar
dalam mengelola pendidikan. Ini membuka peluang bagi daerah-daerah seperti Sidoarjo,
Surabaya, maupun kawasan tertinggal untuk merumuskan kebijakan yang sesuai dengan
kebutuhan lokal. Upaya peningkatan kualitas guru, pengembangan kurikulum berbasis konteks lokal, dan pemerataan akses pendidikan hingga pelosok menjadi prioritas yang terus diupayakan.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa tantangan masih besar. Kesenjangan kualitas pendidikan antara daerah maju dan tertinggal tetap lebar. Di banyak wilayah pedesaan dan terpencil, sekolah masih menghadapi kekurangan guru berkualitas, fasilitas belajar yang memadai,bahkan kebutuhan dasar seperti air bersih. Selain itu, tata kelola pendidikan sering kali terhambat oleh birokrasi yang rumit dan masalah integritas dalam penyaluran anggaran serta bantuan pendidikan.
Pemerintah pusat terus berupaya menjawab tantangan ini melalui berbagai program, seperti
Kurikulum Merdeka, Program Sekolah Penggerak, dan digitalisasi pendidikan. Tujuannya adalah menciptakan sistem belajar yang lebih adaptif terhadap perkembangan zaman, memberikan ruang inovasi bagi guru, serta menempatkan siswa sebagai subjek utama dalam proses pembelajaran.
Transformasi digital kini menjadi bagian penting dari strategi nasional dalam pendidikan.
Penggunaan platform e-learning, pelatihan guru berbasis digital, dan pembelajaran daring makin diintegrasikan, terutama setelah pandemi COVID-19 mempercepat adopsi teknologi di dunia pendidikan. Namun, tantangan lain muncul: ketimpangan akses teknologi di berbagai daerah dan terbatasnya pelatihan mendalam bagi tenaga pendidik.
Di sisi lain, pendekatan kebijakan pendidikan yang terlalu top-down kerap tidak sepenuhnya
selaras dengan kebutuhan riil di lapangan. Kurikulum yang seragam di seluruh daerah belum tentu relevan bagi semua konteks lokal. Untuk itu, diperlukan sinergi yang lebih kuat antara pemerintah pusat dan daerah, serta ruang bagi guru untuk berkreasi sesuai dengan kondisi dan budaya setempat.
Pendidikan adalah pilar utama dalam membangun sistem pemerintahan yang kuat dan demokrasi yang sehat. Tanpa pendidikan yang berkualitas dan merata, demokrasi berisiko menjadi sekadar slogan, bukan kenyataan. Oleh karena itu, pemerintah — baik pusat maupun daerah — harus memastikan bahwa setiap anak Indonesia, di manapun mereka berada, memiliki hak yang sama untuk belajar, berkembang, dan berkontribusi bagi bangsanya.
Jika sistem pemerintahan adalah rumah bangsa, maka pendidikan adalah fondasinya. Fondasi yang rapuh hanya akan melahirkan negara yang goyah. Oleh sebab itu, investasi dalam pendidikan bukan hanya soal anggaran, tetapi juga soal visi jangka panjang, komitmen kuat, dan keberpihakan nyata terhadap masa depan bangsa.
“Pendidikan yang berkualitas adalah fondasi paling kuat bagi demokrasi. Jika fondasinya rapuh,seluruh bangunan negara akan runtuh.”
Oleh :
Zulmida Indah Triyati
Universitas Muhamadiyah Sidoarjo
Administrasi Publik