Selasa, 8 Juli 2025
BerandaDaerahWakil Ketua DPRD Pangajoman, Tidak Relevan Mempermasalahkan yang Sudah Disepakati DPRD dan...

Wakil Ketua DPRD Pangajoman, Tidak Relevan Mempermasalahkan yang Sudah Disepakati DPRD dan Pemkab Soal Hutan Bambu

-

Magetan, seputarjatim.co.id-Sebenarnya kurang tepat dan kurang relevan mempermasalahkan program pembangunan ekoeduwisata hutan bambu saat ini. Oleh karena program ini sudah selesai dibahas oleh DPRD Magetan dan pemerintah daerah sejak pertengahan tahun 2022 yang lalu.

“Telah selesai pembahasannya dan telah disepakati bersama antara dewan dan pemerintah daerah. Apa wujud pembahasan dan kesepakatannya? Pertama adalah kesepakatan dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan PPAS (Prioritas Plafon Anggaran Sementara) yang disepakati dalam rapat paripurna DPRD dan kedua adalah dalam bentuk disahkannya Perda tentang APBD Perubahan 2022 dan APBD induk tahun 2023. Program pembangunan Ekoeduwisata Hutan Bambu telah dianggarkan baik di dalam APBD P 2022 dan APBD 2023. Rapat-rapat oleh DPRD tersebut telah dilaksanakan memenuhi quorum dan ketika dimintakan persetujuan, dewan secara aklamasi semua menjawab setuju. Artinya semua fraksi yang ada di DPRD Kabupaten Magetan telah menyatakan persetjuannya di dalam rapat paripurna pengesahan APBD P 2022 DAN APBD 2023.” Jelas Pangajoman yang juga Ketua DPC Partai Demokrat Magetan

Pangajoman juga mernjelaskan apakah pembangunan ekoeduwisata hutan bambu itu merupakan program skala “prioritas”.

“ Ya jelas, sudah ditetapkan bersama sebagai program prioritas antara pemerintah dan DPRD Magetan bisa dilihat dimana? Bisa dilihat di dalam dokumen PPAS pada PPAS Perubahan 2022 dan PPAS 2023, PPAS itu dari akronimnya kan sudah jelas “Prioritas Plafon Anggaran Sementara” bisa dilihat kan ada kata “Prioritas” jadi di dalam dokumen PPAS program-program prioritas itu sudah dituliskan di sana, prioritas pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya, dibahas antara DPRD dan Pemda dan disepakati bersama,” ucapnya

Pangajoman juga menjawab kontroversi yang saat ini berkembang terkait permasalahannya pembangunan Ecoeduwisata Hutan Bambu.

“Mari kita dudukkan dulu terkait hutan bambu ini sebenarnya program apa? Karena sekarang seolah-seolah ekoeduwisata hutan bambu merupakan program dinas pariwisata PADAHAL ini program dari dinas Lingkungan Hidup. Pos Anggarannya Saja ada di Dinas Lingkungan Hidup, yaitu terkait pemenuhan Ruang Terbuka Hijau yang oleh Pemerintah Pusat diintruksikan kepada semua kab/kota unt menyediakan lahan Ruang Terbuka Hijau minimal 20% untuk RTH Publik perintah ini dituangkan di dalam UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan ditegaskan lagi dengan peraturan-peraturan turunannya. Salah satu contoh RTH ya Hutan Kota yang di Kelurahan BuluKerto itu, itu yang bikin kan ya DLH, kurang lebih Hutan Bambu nanti ya sepertiitu, karena memang salah satu fungsi dari RTH adalah untuk sarana sosial dan rekreasi. RTH itu konsep “pembangunan berkelanjutan” artinya pembangunan yang kita lakukan saat ini jangan melupakan kebutuhan generasi kita di masa mendatang,”ujar Pangajoman

Menurut Pangajoman bahwa isu lingkungan hidup biasanya memang kurang menarik bagi pemimpin yang tidak visioner, kurang menjual dibanding isu tentang pertumbuhan ekonomi, makanya kemudian sering dipandang sebagai program “yang bukan prioritas”.

“Isu lingkungan hidup seperti pengelolaan sampah, konservasi lahan, dampak rumah kaca, penghijauan,  perbaikan Indek kualitas udara, Indek kualitas air, ketersediaan cadangan air, dll, akan menjadi perhatian biasanya kalau sudah terjadi bencana, misal terjadi perubahan iklim, terjadi longsor, terjadi kekeringan, nah jika terjadi tragedi tersebut semua baru bicara bahwa melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap kerusakan lingkingan itu penting. Lha kalau sudah terjadi bencana baru kita berbuat terhadap lingkungan itu ya terlambat karena mesti sudah terlanjur terjadi ketidaknyamanan bahkan jatuh korban. Ini yang perlu kota pertimbangkan dengan baik,” tambahnya

Karena Ruang Terbuka Hijau ini pencapaiannya yang masih rendah maka dewan pada periode 2014-2019 menginisiasi pembentukan Peraturan Daerah tentang Ruang Terbuka Hijau dan disyahkan sebagai Perda No 2 Tahun 2017. Perda ini belum dicabut dan masih berlaku hingga saat ini.

“Anggaran yang telah dialokasikan di dalam APBD P 2022 dan APBD Induk 2023 ke Dinas Lingkungan Hidup unt Hutan Bambu adalah untuk studi kelayakan, pembuatan Amdal dan menyusun Master Plan serta bibit awal bambu. Ke depan Master Plan  ini akan ditawarkan ke kementrian LH, pemerintah provinsi, pihak swasta melalui program-program CSR mereka. Lha kalau ada yang bilang sebaiknya hutan bambu ini ditawarkan ke investor jangan dari APBD, lha bagaimana Dewan dan Pemda sudah sepakat dianggarkan di APBD, Perda APBD baik 2022 dan 2023 sudah disahkan bagaimana mekanisme menghentikannya? nah kalau nanti pas pembahasan  APBD 2024 tidak dianggarkan monggo, tetapi untuk APBD 2022 kan sudah dilaksanakan dan bahkan sudah diaudit oleh BPK dan APBD 2023 juga sedang dilaksanakan tahun ini, makanya saya sampaikan tidak relevan mempermasalah sesuatu yang sudah dibahas dan disepakati bersama antara DPRD dan Pemerintah Daerah,” pungkasnya. (red)

Print Friendly, PDF & Email

Berita Terkait

1 KOMENTAR

  1. Ya betul pak Pang, jadi kl sudah disepakati pemda dan dprd terkait anggaran, ya sudah dilaksanakan saja,…mudah mudahan harapan kita semua terkait hutan bambu senilai 50 miliar lebih ini bisa tercapai untuk kesejahteraan masyarakat…
    Tetapi tidak kalah pentingnya, selain mimpi dan obsesi tadi, jangan sampai mengalahkan kebutuhan dan permasalahan pokok yang dihadapi masyarakat…….

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
0PengikutMengikuti

Berita Terbaru